Headlines News :
Tampilkan postingan dengan label Lingkungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lingkungan. Tampilkan semua postingan

Debie, Penyembuh Luka Diabetes dengan Nanas Pertama di Dunia

Written By helmy satria on Selasa, 23 Juli 2013 | 00.55

Ilustrasi. (Foto: Reuters)
JAKARTA - Pada umumnya, masyarakat memahami buah nanas enak untuk dikonsumsi, apalagi dibuat rujak. Namun banyak yang berpendapat bahwa buah nanas menjadi cara jitu untuk menggugurkan kandungan.

Tetapi, salah satu mahasiswa Program Doktor Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) Debie Dahlia melakukan penelitian pemberian bromelain topikal dari buah nanas yang memiliki efek penyembuhan pada tikus dengan perlukaan Diabetes Mellitus (DM).

Penelitian yang merupakan penelitian pertama di Indonesia dan bahkan di dunia ini, berhasil mengantarkan dirinya menjadi Doktor ke-10 yang lulus dari program Doktoral FIK UI dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,71.

Head of Communication Office Universitas Indonesia Dra. Farida Haryoko, M.Psi mengatakan bahwa dalam pidato promosi doktornya, Debie menyampaikan disertasi yang berjudul "Efektivitas Bromelain Topikal Pada Penyembuhan Luka Tikus Diabetikum: Tinjauan Khusus Terhadap Ekspresi MMP-9, TIMP-1, TGF-β Pada Fase Inflamasi, Proliferasi dan Maturasi". Promosi Doktor tersebut diketuai oleh Dekan FIK UI Dewi Irawaty, M.A., Ph.D, dengan promotor Prof. Dra. Elly Nurachmah, D.N.S.c.

"Disertasi Debie bertujuan untuk mengetahui efektifitas bromelain topikal pada luka tikus diabetes dan pengaruhnya terhadap ekspresi selama fase peradangan, proliferasi dan MMP-9, TIMP-1 dan TGF- maturasi. Bromelain adalah enzyme protease dari tanaman nanas yang telah dibuktikan baik in vitro dan in vivo efektif sebagai antiinflamasi dan imunomodulator, penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian randomized post test control design dengan menggunakan hewan coba tikus Sprague Dawley," ujarnya, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Okezone, Selasa (23/7/2013).

Dari hasil penelitiannya, diketahui bahwa terjadi perbedaan bermakna rate penyembuhan luka antara kelompok kontrol DM dengan kelompok perlakuan bromelain topikal dan bromelain standar. Dengan kata lain, pemberian bromelain topikal memiliki efek penyembuhan pada tikus dengan perlukaan DM.

Sekadar informasi, Debie selain menjadi staf pengajar di Kelompok Keilmuan Medikal Bedah, dia juga menjabat sebagai Manajer Ventura FIK UI serta aktif melakukan kegiatan penelitian khususnya bidang ilmu Keperawatan.

Debie merupakan salah satu dari banyak kandidat Doktor UI yang berkomitmen untuk menghasilkan penelitian yang dapat menjawab permasalahan yang ada di sekeliling masyarakat maupun menciptakan temuan inovatif yang dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia maupun dunia. (ade)

sumber 

Lautan Kutub Utara Semakin Menyusut

Written By helmy satria on Rabu, 22 Agustus 2012 | 01.29

Headline

Washington - Laporan terbaru para ilmuwan menyebutkan bahwa lautan di Kutub Utara akan semakin menyusut, bahkan pekan depan akan memecahkan rekor baru. Benarkah?

Seperti dikutip dari Scientific American, lautan es di laut Kutub Utara akan menyusut dan ukurannya akan memecahkan rekor pada pekan depan, dan kemudian akan terus menyusut, ungkap para ilmuwan di United States National Climate Data Center.

"Sebuah rekor baru nampaknya akan dicatat pada akhir bulan Agustus," ujar Ted Scambos, pimpinan ilmuwan di data-centre tersebut, yang memonitor pergerakan es di Kutub Utara dan lain-lain.

"Kemungkinannya, penyusutan tersebut akan memecahkan rekor sebelumnya, sementara lapisan esnya juga terus menyusut," tambahnya.

Jumlah lautan es di Kutub Utara sangat penting, karena merupakan indikator kondisi udara dunia.

Tahun ini, hilangnya lapisan es di Kutub Utara telah menambah besarnya jumlah peningkatan air laut di seluruh dunia.

Sumber : Inilah

Ilmuwan Temukan Senjata Baru Lindungi Atmosfer

Written By helmy satria on Kamis, 14 Juli 2011 | 23.06

Florida – Peneliti Amerika Serikat mengatakan, biofilter bisa digunakan mengatasi pelubangan atmosfer karena metana. Alhasil, dampak pemanasan global bisa sangat dikurangi.

Hasil studi peneliti yang diterbitkan di International Journal of Environmental Engineering mengatakan, materi busuk organik di situs tempat pembuangan akhir (TPA) yang lebih kecil dan lebih tua menghasilkan hamburan lambat gas rumah kaca.

Jumlah gas ini setara dua atau tiga kilogram per hari. ‘Menangkap’ aliran lambat gas ini, secara teknologi dan ekonomi tak layak. Menurut ilmuwan, metana memiliki dampak pada pemanasan global 21 kali lebih besar dibanding karbon dioksida.

Untuk mengatasinya, para peneliti menguji dua rancangan biofilter yang mampu mengoksidasi gas metana menjadi karbon dioksida dan air menggunakan apa yang disebut sebagai bakteri methanotrophic, mikroba pencerna metana.

Peneliti mengatakan seperti dilaporkan esciencenews, kedua jenis filter ini, model radial dan vertikal, sangat efektif mengubah metana dan menyediakan tingkat oksidasi yang signifikan


sumber

Perubahan Iklim Buat Dunia Terancam Kelaparan

Written By helmy satria on Senin, 06 Juni 2011 | 17.01


Washington - Pemanasan global dan perubahan iklim mengancam jutaan penduduk. Penduduk di Afrika dan Asia terancam bencana kelaparan.

Consultative Group on International Agricultural Research (CGIAR) bekerjasama Earth System Science Partnership (ESSP) mempelajari perihal itu dan menghasilkan Climate Change Agriculture and Food Security (CCAFS).

Berdasarkan hasil studi itu, negara-negara tropis, termasuk negara di Asia Selatan dan Afrika terancam kelaparan akibat gagal panen. Faktanya, ratusan juta warga negara itu saat ini sudah mengalami krisis pangan.

CCAFS berdasarkan pada data iklim Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) PBB yang menunjukkan peta negara yang mengalami dampak terburuk.

“Kami akan lebih memperhatikan dampak perubahan iklim pada pertanian,” ujar ekonom pertanian Patti Kristjanson dari CCAFS.

Selain itu, ia mengakui, perubahan iklim bisa meningkatkan risiko kelaparan dan kemiskinan. Untuk menghindari kelaparan, petani harus mengganti tanaman yang tak butuh terlalu banyak air, termasuk jagung yang lebih sedikit butuh air dibanding padi.

Namun di negara seperti Burkina Faso, Nigeria dan Mali yang sudah mengalami krisis pangan, jelas membutuhkan revolusi pertanian guna menyelamatkan warganya dari kelaparan.

sumber

Ozon Kutub Utara Hampir Berlubang

Written By helmy satria on Selasa, 24 Mei 2011 | 21.44



Ozon terus menipis, bahkan nyaris berlubang di Kutub Utara. Penurunan temperatur stratosfer yang jadi penyebab.

Penyebab terbentuknya lubang ozon ada tiga, menurut Profesor Ross Salawitch, ahli kimia dan biokimia dari University of Maryland, yang mempelajari kandungan zat kimia di atmosfer. Ketiganya adalah sinar matahari, halogen, dan temperatur rendah.

Saat temperatur turun melebihi ambang batas, awan terbentuk di stratosfer. Halogen, khususnya polutan, seperti klorin dan brom, berubah menjadi senyawa kimia yang bereaksi dengan cepat di ozon. "Semua berubah drastis," kata Salawitch.

Tahun ini sistem angin kutub yang dikenal dengan nama "pusaran kutub" sangat tenang dan stabil. Hal itu berperan dalam menurunkan temperatur di daerah Kutub Utara. Penurunan drastis ini, jika terjadi di Kutub Selatan, dipastikan bisa membentuk lubang ozon karena lapisan ozon di sana lebih tipis daripada di Kutub Utara.

Saat ini pusaran angin sudah menghilang dan udara dari luar Kutub Utara yang lebih hangat bisa masuk dan memperbaiki lapisan ozon.

Jika ozon berlubang, semakin banyak radiasi ultraviolet yang mencapai bumi yang bisa memicu penyakit kulit. Dengan lapisan ozon yang semakin tipis saja orang berkulit sensitif akan semakin mudah terbakar sinar matahari.




43 Spesies Ikan Mediterania Terancam Punah

Written By helmy satria on Minggu, 24 April 2011 | 21.34



















Survei terbaru International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengungkap, 43 spesies ikan asli Laut Mediterania terancam punah. Seperti apa?

Menurut IUCN, sebagian besar spesies terancam punah adalah, hiu dan ikan manta. Spesies itu terancam menghilang karena aktivitas penangkapan ikan di habitat ikan itu berlebihan serta adanya polusi.

Meski beberapa jenis hiu dan manta tak bernilai komersil tinggi, ikan ini juga menjadi korban penangkapan ikan. Pasalnya, jala pukat nelayan, menangkap tanpa pandang bulu.

"Jala pukat menjadi masalah utama konservasi dan kelangsungan spesies laut,” ujar Maria del Mar Otero dari IUCN.

Terlebih, metode jala pukat yang tak selektif membuat nelayan menangkap segala ikan tanpa pandang bulu sekaligus menghancurkan dasar lautan tempat ikan hidup, berkembang biak dan makan, lanjutnya.

Sementara itu, spesies ikan komersil, seperti tuna sirip biru, juga dinyatakan terancam punah akibat penangkapan ikan yang terlalu banyak. Potensi reproduksi tuna sirip biru dinyatakan berkurang setengahnya dalam 40 tahun terakhir.


sumber

Tahun 2500 Bumi Tak Layak Huni

























Pemanasan global, selain menyebabkan perubahan iklim, juga menaikkan suhu bumi rata-rata 0,2 derajat celsius per 10 tahun atau 2 derajat celsius dalam 100 tahun. Kenaikan suhu sebesar itu menyebabkan kenaikan permukaan air laut setinggi 20 sentimeter. Demikian diungkap Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Prof Dr Jumina, di kantor PSE UGM, Sekip Yogyakarta, Senin (11/4/2011).

Lebih lanjut, Jumina mengatakan, tanpa ada upaya serius dan sistematis untuk mengurangi emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2) ke atmosfer bumi, suhu rata-rata permukaan bumi yang pada tahun 2010 berada pada kisaran 14,6 derajat celsius akan naik menjadi sekitar 25 derajat celsius pada tahun 2500.

"Artinya, bumi tak akan lagi menjadi tempat hunian yang nyaman bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Bahkan sangat mungkin manusia tak akan dapat bertahan hidup pada kondisi seperti itu," tutur Jumina.

Terjadinya peningkatan emisi CO2 secara terus-menerus itulah yang menyebabkan para pakar lingkungan merasa sangat prihatin. Usaha untuk mengurangi emisi CO2 pun dilakukan, antara lain melalui penandatanganan Protokol Kyoto pada 1999. Sayang, Amerika Serikat sebagai penyumbang emisi CO2 terbesar kedua di dunia hingga saat ini belum bersedia menandatangani protokol tersebut.

"Begitu pula China yang merupakan penghasil emisi CO2 terbesar di dunia," ungkapnya kemudian.

Data menunjukkan, sumbangan sektor energi terhadap emisi CO2 dan fenomena pemanasan global sangat besar. Dengan demikian, demi mengurangi tingkat emisi CO2 domestik dan menekan laju terjadinya pemanasan global, maka penerapan konsep energi bersih sangat diperlukan. "Energi bersih bisa diartikan sebagai energi ramah lingkungan, atau energi yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan," jelas Jumina.

Bila Indonesia dapat menerapkan konsep energi bersih, maka sistem energi yang dibangun bukan hanya menghasilkan ketahanan energi dalam arti terjadi keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan energi nasional, tapi juga dapat mewujudkan terciptanya lingkungan yang sehat, nyaman, dan lestari. "Sehingga sistem energi yang diterapkan akan bervisi jauh ke depan tanpa harus merampas hak dasar generasi penerus," kata Jumina.

Kenyataan, pengembangan teknologi energi bersih dan ramah lingkungan di Indonesia belum memuaskan. Keterbatasan kemampuan SDM merupakan faktor utama. Untuk itu, PSE UGM bekerja sama dengan Sekolah Pascasarjana UGM menggelar seminar sehari "Pengembangan Sumberdaya Manusia Bidang Energi Bersih Menuju Ketahanan Energi Nasional", di gedung Pascasarjana UGM, Selasa (12/4/2011).

Seminar menampilkan beberapa narasumber, antara lain anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Dr Ir Tumiran MEng; Direktur Energi, Telekomunikasi, dan Informatika Bappenas Ir Jadhie J Ardajat MSi; Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Dr Ing Evita Legowo; Direktur Energi Primer PLN Ir Nur Pamudji MEng; Kepala Badan Pengkajian Iklim dan Mutu Industri Kementerian Perindustrian Ir Arryanto Sagala; serta Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Ir Luluk Sumiarso MSc.


sumber

Es Mencair di Kutub, Tinggi Air Laut Naik

Meleburnya gletser dan gunung es di kepulauan Artik, bagian utara Kanada, memiliki pengaruh terbesar pada kenaikan permukaan laut di Bumi. Demikian studi terbaru para peneliti di University of Michigan, Kamis 21 April 2011.

Dalam kurun waktu 2004 hingga 2009, kurang lebih 30.000 salju dan es yang menutupi pulau-pulau di Kanada utara meleleh menjadi 363 kilometer kubik air, setara tiga perempat isi Danau Erie, danau terbesar ke-13 di dunia.

Dalam studi yang dilakukan selama enam tahun itu, diketahui bahwa pada tiga tahun pertama, salju atau es yang meleleh sekitar 29 kilometer kubik per tahun secara rata-rata. Sedangkan tiga tahun berikutnya, jumlahnya meningkat hingga 92 kilometer kubik per tahun secara rata-rata.

Sepanjang enam tahun penuh, berdasarkan perhitungan peneliti, melelehnya salju dan es di Kutub Utara menambah tinggi air laut di permukaan Bumi sebesar 1 milimeter.

"Daerah ini (Artika atau Kutub Utara) adalah daerah yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya akan berkontribusi bagi kenaikan permukaan laut," kata Alex Gardner, kepala penelitian dari University of Michigan.

"Sekarang kita menyadari bahwa di luar Antartika atau Kutub Selatan dan Greenland ada wilayah yang juga memberikan kontribusi besar sepanjang tahun 2007 sampai 2009. Daerah ini sangat sensitif. Jika suhu terus meningkat, kita akan melihat bagian es yang besar akan meleleh," jelas dia.

Memang 99 persen wilayah es di Bumi ini berasal dari Antartika dan Greenland. Ukurannya yang besar membuat kedua wilayah tersebut cukup awet. Saat ini, masih tersisa setengah dari seluruh daratan yang dilapisi es sangat tebal.

sumber

2050 Penduduk Kota Krisis Air Bersih

Written By helmy satria on Selasa, 29 Maret 2011 | 06.41

Dampak perubahan iklim benar-benar di depan mata. Ini menjadi ancaman yang tak terhindarkan. Diperkirakan, 40 tahun lagi, lebih dari satu miliar penduduk perkotaan akan menghadari masalah krisis air serius.

Studi ini diumumkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, yang dikutip VIVAnews.com dari Straits Times, Selasa, 29 Maret 2011.

Pada 2050, menurut studi tersebut, perubahan iklim memperburuk efek dari urbanisasi di perkotaan. Kota-kota di India diperkirakan mencatat yang terparah. Namun, selain India, sebagian besar kota besar di dunia juga terancam sanitasi yang buruk.

Studi itu menyorot tren urbanisasi saat ini hingga pertengahan abad nanti, di mana sekitar 993 juta penduduk kota besar akan hidup dengan krisis air. Masing-masing penduduk kota akan hidup dengan kurang dari 100 liter air per hari.

Jika dihitung secara rata-rata, satu orang hanya bisa menikmati air bersih maksimal satu bak mandi penuh per hari. Menurut peneliti, ini adalah jumlah yang sangat minim.

Sebagai dampak perubahan iklim, sekitar 100 juta orang akan kekurangan air minum, memasak, mandi, dan untuk menggunakan toilet.

"Jangan melihatnya sebagai takdir. Ini adalah tantangan serius," kata Kepala Peneliti, Rob McDonald, dari The Nature Conservancy, organisasi lingkungan bersifat privat yang berkantor di dekat Washington.

"Ada banyak solusi untuk mencukupi kebutuhan air untuk satu miliar penduduk itu. Angka ini adalah petanda manusia agar melakukan investasi lebih banyak lagi, baik di segi infrastruktur ataupun efisiensi penggunaan air," tuturnya.

Saat ini, sekitar 150 juta orang berada di bawah ambang batas penggunaan 100 liter per hari. Dibandingkan warga Amerika, sehari menghabiskan 376 liter air bersih, meski angka aktualnya tergantung pada wilayah tempat dia tinggal.

sumber

Ancaman Hujan Asam

Written By helmy satria on Selasa, 15 Maret 2011 | 00.10

Isu mengenai hujan asam akan yang terjadi di Indonesia pasca ledakan PLTN Fukushima di Jepang mulai banyak menyebar melalui SMS, BBM, milis dan mulai membuat resah masyarakat. Apa bahayanya hujan asam itu?

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) telah menegaskan bahwa berita adanya ancaman hujan asam di Malaysia dan Indonesia terkait ledakan PLTN Fukushima di Jepang tidak beralasan. Tapi tidak ada salahnya mengenali hujan asam dan efeknya terhadap kesehatan.

Apa itu hujan asam?

Hujan asam adalah hujan dengan pH air kurang dari 5,7. Hujan asam biasanya terjadi karena adanya peningkatan kadar asam nitrat dan sulfat dalam polusi udara. Hal ini biasanya terjadi karena peningkatan emisi sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) di atmosfer.

Polutan asam yang dapat menyebabkan hujan asam adalah polutan bahan bakar fosil (misalnya, minyak, batu bara, dll) yang ditemukan dalam kadar tinggi dari knalpot mesin pembakaran internal (misalnya knalpot mobil). Hujan asam juga dapat terjadi dalam bentuk lain seperti salju.

Hujan asam terjadi ketika gas-gas yang tercemar menjadi terjebak di dalam awan. Awan bisa melayang hingga ratusan bahkan ribuan kilometer sebelum akhirnya melepaskan hujan asam.

Apa ciri hujan asam?

Hujan asam biasanya sulit dibedakan dari hujan air biasa karena warna dan rasanya hampir sama.

Tapi kulit bisa merasakan hujan asam jika air hujan yang mengenai kulit langsung membuat gatal-gatal, memerah. Untuk orang dengan kekebalan tubuh rendah akan langsung mengalami pusing.

Apa bahayanya pada manusia?

Bahaya yang dirasakan oleh manusia juga tidak terjadi secara langsung, bahkan untuk beberapa orang yang tidak terlalu sensitif dengan perubahan pH, berenang di kolam yang sudah tercemar hujan asam tidak akan menyebabkan efek langsung, seperti dilansir epa.gov, Selasa (15/3/2011).

Tapi polusi yang menyebabkan hujan asam yaitu sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) dapat membahayakan dan merusak kesehatan manusia.

Gas-gas ini di atmosfer berinteraksi untuk membentuk sulfat halus dan partikel nitrat yang dapat dibawa hingga jarak yang jauh oleh angin dan terhirup jauh ke dalam paru-paru manusia.

Partikel halus juga bisa menembus ruangan. Banyak studi ilmiah telah mengidentifikasi hubungan antara peningkatan kadar partikel halus dan peningkatan penyakit dan kematian dini karena gangguan jantung dan paru-paru, seperti asma dan bronkitis.

Sedangkan efek ekologi hujan asam paling jelas terlihat pada pohon, danau, sungai, hutan dan hewan. Bahkan bangunan bisa mengalami efek korosif karena hujan asam, yang dapat merusak komponen pembangkit listrik, pabrik dan kendaraan bermotor.

Hujan asam dapat membunuh beberapa spesies ikan yang rentan dengan perubahan pH air dan menurunkan keragaman hayati. Selain itu, untuk pH rendah juga dapat meningkatkan level aluminium di dalam air yang dapat membuat ikan stres kronis dan keracunan.

Beberapa jenis tanaman dan hewan mungkin dapat menoleransi air yang asam. Namun bagi tanaman dan hewan yang sensitif, terutama spesies yang masih muda, hujan asam dapat membunuhnya.

sumber

Rayakan Earth Hour pada 26 Maret 2011

Written By helmy satria on Senin, 14 Maret 2011 | 06.04

Tahukan Anda tentang Earth Hour? Perayaan Earth Hour merupakan sebuah gerakan global untuk mengajak individu, komunitas, praktisi bisnis, dan pemerintahan di seluruh dunia untuk mematikan lampu dan alat elektronik selama 1 jam.

Perayaan Earth Hour dilaksanakan setiap hari Sabtu minggu ketiga pada bulan Maret. Pelaksanaannya dilakukan mulai pukul 20.30-21.30 waktu setempat. Tahun ini, perayaan Earth Hour jatuh pada tanggal 26 Maret 2011.

Awalnya, perayaan ini adalah kampanye kolaborasi WWF Australia, Fairfax Media, dan Leo Burnett untuk kota Sydney, Australia. Tujuannya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di kota itu sebanyak 5 persen pada 2007. Hingga tahun lalu, 128 negara telah terlibat perayaan ini.

Nyoman Iswarayoga, Director Climate and Energy Program WWF Indonesia, mengatakan, "Tahun ini ada yang berbeda dari perayaan Earth Hour. Jika tahun lalu hanya 60, maka tahun ini jadi 60+. Artinya, setelah 60 menit mematikan lampu selanjutnya menjadi gaya hidup."

"Kita mengharapkan, setelah perayaan Earth Hour orang bisa menyadari perlunya penghematan pemakaian energi. Orang bisa mengubah gaya hidupnya," lanjutnya dalam konferensi pers perayaan Earth Hour di Sheraton Media Hotel & Towers, Jakarta, Selasa (1/3/2011).

Untuk merangkul sebanyak mungkin individu, WWF Indonesia mengadakan road show di beberapa kota, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Bali. Road show bertujuan untuk merangkul komunitas agar bisa membantu menggerakkan masyarakat sekitar berpartisipasi dalam Earth Hour.

Setelah Earth Hour, Nyoman mengajak setiap orang untuk mengubah gaya hidup dari tindakan kecil. "Misalnya kita bisa tahu apakah lampu yang menyala di rumah atau kantor sebenarnya diperlukan atau tidak. Lalu kalau ke supermarket bisa bawa tas sendiri atau harus minta tas plastik," paparnya.

Perubahan gaya hidup, menurut dia, bisa dimulai di tingkat perusahaan ataupun rumah tangga. Budaya perusahaan yang diperkenalkan kepada karyawan bisa dibawa dan ditularkan karyawan ke tingkat rumah tangga dan lingkungan sekitarnya. Mekanisme sebaliknya pun bisa terjadi. Ayo rayakan 60+ Earth Hour!


sumber

Pemanasan Global Segera Musnahkan Dunia

Written By helmy satria on Rabu, 16 Februari 2011 | 21.42


Dari atas, Republic of Kiribati, sebuah negara kepulauan di tengah-tengah Samudera Pasifik, tampak seperti mengambang di atas laut. Dari sekitar 100 ribu penduduk, hampir separuh atau sekitar 40 ribu tinggal di satu pulau dari 33 pulau yang ada di negara itu, yakni South Tarawa.

Yang jadi masalah, secara geografis, rata-rata ketinggian daratan negeri tersebut hanya sekitar 1,98 meter. Tanpa bantuan pemanasan global sekalipun, dataran sudah terancam, demikian pula pasokan air bersih untuk minum.

Untuk itu, kekhawatiran seputar perubahan iklim sangat terasa di negara tersebut. Meski baru perkiraan kasar, akibat pemanasan global, sejumlah ilmuwan memprediksi bahwa ketinggian air laut diperkirakan akan naik hingga hampir satu meter di akhir abad ini.

“Pemanasan global dan kenaikan permukaan laut akan memusnahkan negara-negara seperti Kiribati,” kata Anote Tong, Presiden Kiribati pada sebuah pertemuan badan dunia PBB yang membahas seputar iklim global. “Hal itu bisa terjadi dalam 50 tahun ke depan,” ucap Tong, seperti dikutip dari NPR, 17 Januari 2011.

Saat ini, warga Kiribati menyatakan bahwa mereka sudah merasakan perubahan di alam sekitar.

“Kini kami sudah jarang mendapatkan musim hujan,” kata Akka Rimon, Wakil Menteri Tenaga Kerja. “Setelah itu, negeri ini menjadi sangat kering dan panas. Krisis air terjadi, air menjadi asin dan payau.”

Selain musim panas yang semakin panjang, negara tersebut juga telah mengalami perubahan lain. “Air laut kini sudah mencapai jalanan bahkan ke kawasan pemukiman penduduk,” kata Ata Merang, penduduk South Tarawa yang merupakan pulau utama Kiribati. “Di pulau North Tarawa, ombak laut terus menghancurkan tanaman di lahan pertanian. “Kubis, tomat, mentimun, semua musnah,” ucapnya.

Di Abaiang, salah satu pulau terluar Kiribati, dulu terdapat sebuah pemukiman penduduk bernama Tebunginako. Kini pulau itu tidak ada apa-apa lagi selain pohon kelapa yang sudah mati dan bekas-bekas dinding yang hampir runtuh.

“Sekitar 35 tahun lalu, beberapa ratus kepala keluarga tinggal di kawasan itu. Namun laut mulai membanjiri perkampungan. Tanaman dan persediaan air minum habis,” kata Aata Maroieta, warga setempat yang telah mengungsi ke pulau lain. “Akhirnya badai besar datang dan melenyapkan kehidupan di sana.”

Peneliti belum dapat memastikan bahwa masalah yang melanda kawasan tersebut diakibatkan oleh perubahan iklim. Catatan sejarah menyebutkan bahwa ada faktor lain seperti populasi berlebih dan konstruksi bangunan, yang juga berperan penting dalam musnahnya kawasan itu. Namun demikian, tetap saja, perubahan iklim, khususnya ketinggian permuakaan laut sangat mempengaruhi keberadaan negeri tersebut.


(Sumber)

"Green Finance" Solusi Global Warming

Written By helmy satria on Jumat, 04 Februari 2011 | 04.27


Konsep green finance atau pengucuran modal dengan menggunakan prinsip ramah lingkungan bisa menjadi solusi dari sektor finansial untuk mengatasi dampak perubahan iklim global.

"Ada dua ancaman serius, yaitu masalah penggunaan energi dan lingkungan hidup yang bisa diatasi dengan green finance," kata Special Advisor Head Environment Finance Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Takashi Hongo dalam diskusi yang digelar Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) di Jakarta, Kamis (28/1/2011).

Namun, menurut Hongo, untuk menerapkan konsep green finance secara nyata dibutuhkan tekad dari badan finansial, baik swasta maupun pemerintah, untuk mengeluarkan investasi dalam jumlah yang besar. Selain itu, penerapan green finance membutuhkan kemajuan teknologi yang dapat mengurangi dampak perubahan iklim.

Ia mencontohkan, sejumlah nelayan di Jepang beberapa tahun lalu memutuskan untuk menggunakan teknologi LED (light emitting diode) akibat mahalnya harga bahan bakar yang biasa dipakai untuk melaut.

Hongo memaparkan, pada awalnya memang dibutuhkan biaya yang besar untuk membeli dan melengkapi kapal penangkap ikan dengan LED, tetapi setelah digunakan mereka dapat menghemat biaya operasional. "Mereka (para nelayan) meminjam uang dari bank," katanya.

Untuk itu, menurut dia, pembiayaan dan dorongan untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan merupakan kunci yang dibutuhkan dalam penerapan green finance.

Sementara itu, pembicara lainnya, Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Suseno Sukoyono mengatakan, sebenarnya terdapat banyak peluang bisnis atau finansial yang dapat dikembangkan akibat perubahan iklim, termasuk salah satunya green finance.

Apalagi, ujar dia, Indonesia sebenarnya bukanlah merupakan penyumbang emisi terbesar tetapi perubahan iklim telah mengakibatkan sejumlah masalah seperti kenaikan suhu dan naiknya permukaan air laut yang tampak seperti fenomena rob yang akhir-akhir ini kerap terjadi di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara.

"Indonesia menghasilkan 1,7 emisi per kapita, sedangkan Amerika Serikat 20,6 dan Australia 16,2," katanya.

Ia juga mengingatkan, krisis energi seperti kenaikan harga minyak yang kini telah mencapai sekitar 100 dolar AS seharusnya juga bisa menjadikan salah satu aspek untuk mendorong penerapan green finance.

Ketua MPN Muhammad Taufiq mengharapkan terbangun jaringan baik di dalam maupun luar negeri atau organisasi internasional dalam menciptakan sumber peluang pembangunan berkelanjutan melalui green finance.

"Skema pendanaan green finance dengan dilandasi lingkungan investasi yang kondusif dengan memasukkan aspek perubahan iklim menjadi salah satu solusi penting dalam membangun Indonesia secara berkelanjutan," katanya.

Berdasarkan data MPN, terdapat potensi total ekonomi kelautan Indonesia yang mencapai 800 miliar dolar AS per tahun yang belum sepenuhnya bisa dimanfaatkan antara lain karena kendala biaya.


Sumber: http://sains.kompas.com/read/2011/01/28/1353109/.Green.Finance.Solusi.Perubahan.Iklim

Pemanasan Global di Bumi Akan Berlangsung Ribuan Tahun

Written By helmy satria on Selasa, 18 Januari 2011 | 23.23


Menurut sejumlah peneliti asal Kanada, walaupun skenario perubahan iklim terbaik terjadi, peningkatan level CO2 di atmosfir Bumi akan menimbulkan efek yang tak bisa segera dihentikan. Efek ini akan mempengaruhi iklim setidaknya untuk seribu tahun ke depan.

Diperkirakan, lapisan es di bagian barat Kutub Selatan akan hilang di tahun 3000 dan permukaan laut secara global akan naik setidaknya empat meter.

Dalam membuat prediksi jangka panjang, ilmuwan menggunakan model simulasi iklim. Adapun model yang digunakan berdasarkan skenario terbaik yakni ‘zero emission’ yang dikembangkan bersama oleh Canadian Centre for Climate Modelling and Analysis dan University of Calgary, Kanada.

“Kami membuat skenario ‘bagaimana jika’,” kata Shawn Marshall, profesor University of Calgary, seperti dikutip dari TG Daily, 18 Januari 2011. “Skenarionya, bagaimana jika mulai hari ini manusia berhenti menggunakan bahan bakar fosil yang menyetorkan CO2 ke atmosfir.”

“Berapa waktu yang dibutuhkan untuk membalikkan tren perubahan iklim dan apakah kondisi akan memburuk dulu, itulah yang kami ukur,” kata Marshall.

Dari uji coba, hasil simulasi komputer pada bagian utara Bumi ternyata lebih baik dibanding dengan di bagian selatan. Pola perubahan iklim akan berbalik dalam kurun waktu 1.000 tahun, khususnya di tempat-tempat seperti Kanada dan Amerika Serikat bagian utara.

Pada kurun waktu yang sama, sebagian kawasan utara Afrika akan mengalami penggurunan karena tanah mengering hingga 30 persen dan suhu laut di kawasan Kutub Selatan naik hingga 5 derajat celsius. Ini diperkirakan akan menyebabkan sirnanya lapisan es di Kutub Selatan bagian barat.

Peneliti berpendapat, satu alasan bervariasinya kondisi yang akan terjadi di kawasan utara dan selatan Bumi adalah karena terjadi pergerakan perlahan-lahan air di samudera dari Atlantik utara ke kawasan Atlantik selatan.

“Samudra global dan bagian selatan Bumi memiliki tingkat kelembaban yang lebih, sehingga perubahan iklim terjadi lebih lambat,” kata Marshall.

Kelembaban di samudera saat ini, kata Marshall, didorong ke Atlantik selatan. Artinya, akibat emisi CO2 dari abad terakhir, di kawasan tersebut samudera mulai menghangat. “Simulasi menunjukkan bahwa di kawasan selatan, pemanasan akan terus berlanjut, bukannya berhenti apalagi berbalik mendingin dalam 1.000 tahun ke depan,” ucap Marshall.

Hembusan angin di kawasan selatan Bumi juga membawa dampak. Menurut Marshall, angin akan menguat dan tetap besar tanpa menunjukkan tanda-tanda berbalik melemah. “Ia akan membawa lebih banyak udara panas dari atmosfir ke bawah dan membuat laut menjadi lebih hangat,” ucapnya.

Saat ini, tim peneliti berencana menginvestigasi secara lengkap dampak dari temperatur atmosfir dan samudera. Tujuannya, untuk membantu mengetahui berapa cepat bagian barat Kutub Selatan menjadi tidak stabil dan berapa lama waktu yang dibutuhkan sampai lapisan es di sana berubah menjadi air.

Sumber: VivaNews

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Maskolis | Johny Portal | Johny Magazine | Johny News | Johny Demosite
Copyright © 2011. Iptek Today - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger